Sebuah pertanyaan diajukan kepada seorang pakar tentang
faktor apa saja yang memperngaruhi harga saham. Dengan satu kata sang pakar
menjawab: sundry! Semua yang berada di bawah matahari mempengaruhi harga saham.
Jawaban yang gampang dan terkesan serampangan itu terbukti kebenarannya secara
empiris. Kita menyaksikan berbagai tragedi yang memberikan peluang untuk menangguk
untung di bursa saham. Memancing laba dengan musibah? Kenapa tidak! Kata
mereka.
Sebut misalnya perang, bencana alam, penyebaran virus,
kejatuhan pesawat, bom teroris hingga pembunuhan presiden. Konon ketika flu
burung mewabah di Indonesia, dan harga saham perusahaan unggas jatuh ke titik
terendah, seorang investor kawakan membeli saham sebuah perusahaan di sektor
ini pada harga Rp 250, dan menjualnya enam tahun kemudian pada harga Rp 31.500,
merealisasikan keuntungan 12.500%
Setiap peristiwa pembunuhan presiden di Amerika Serikat
selalu dikuti oleh penurunan tajam harga saham. Jatuhnya pesawat Valu Jet dalam
penerbangan Atlanta – Miami tahun 1996 dikuti oleh turunnya indeks sub sektor
penerbangan cutt off air fares sebesar 16% dan kenaikan indeks sub sektor
penerbangan regular air fares dengan 12%, akibat migrasi penumpang dari
penerbangan diskon ke penerbangan reguler. Saya tak ingat angkanya, tapi
serangan fajar ke kantor salah satu partai politik di Jalan Diponegoro di jaman
pemerintahan Soeharto dan ledakan bom di BEJ menyebabkan IHSG melorot tajam,
walau dengan segera rebound beberapa hari kemudian.
Realita bursa saham memang bertolak belakang dengan tesis
akademis tentang pasar modal yang efisien. Empiris membuktikan bahwa investor
cenderung irasional dan pasar nyaris selalu overeact, baik terhadap berita
bagus maupun berita buruk. Kasus paling gres di BEI adalah perbincangan panas
menyangkut isu dukungan perusahaan publik kepada gerakan LGBT, yang sejatinya
sudah basi dan terjadi di negara Paman Sam sana.
Bermula dari penawaran umum (IPO) salah satu anak perusahaan
PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), yaitu PT. MAP Boga Adiperkasa (MAPB) beberapa
waktu lalu. MAPB merupakan pemegang hak waralaba Starbuck (NYSE SBUX). IPO MAPB
itu sendiri, menurut saya sudah memuat
beberapa kontroversi. Pertama, MAPB hanya menawarkan 1.02% sahamnya kepada
publik, padahal BEI menetapkan kebijakan perusahaan tercatat harus dimiliki
publik minimal 7,5%. Kedua tanggal listing yang semula direncanakan 23 Juni,
karena libur cuti bersama, diajukan menjadi tanggal 22 Juni.
Dari sudut harga, IPO MAPB mengguyur pembeli dengan capital
gain yang “wah” dalam kurun waktu sangat pendek. Seperti beberapa IPO
sebelumnya pada semester I tahun ini, saham MAPB yang ditawarkan pada harga Rp
1,680, pada hari pertama listing dibuka dengan Rp 2.525 dan ditutup pada harga
Rp 3.150. Kenaikan hampir 100%! Namun kemudian, entah darimana sumbernya, di
sosial media beredar copy berita pernyatan
CEO Starbuck, Howard Schultz tentang dukungannya terhadap gerakan LGBT, yang
diucapkannya dalam RUPS perusahaan itu pada 21 Maret 2013
Berawal dari protes pemegang saham SBUX yang khawatir
dukungan terhadap gerakan LGBT itu akan menurunkan kinerja perusahaan, Schultz
menjawab: “If you feel respectfully that
you can get a higher return than the 38% you got last year, it’s free
country....you could sell your shares at Starbuck and buy shares in other
companies”
At any measures, jawaban itu memang kurang ajar.
Pertama, apakah pandangan pribadi seorang CEO otomatis menjadi corporate value
perusahaan yang dimpimpinnya? Kedua, pengeluaran sebuah perseroan terbatas,
walau untuk tujuan filantropis, menurut saya, tetap harus meminta persetujuan
RUPS. Dana karitas Bill Gates yang masuk ke yayasannya, adalah uang pribadi,
dan bukan uang Miscrosoft (NYSE MSFI), walaupun MSFI sendiri merupakan
pendukung gerakan LGBT. Ketiga, pemegang saham yang berhak “mengusir” CEO dari
perusahaan, dan bukan sebaliknya.
Berita basi itu pun kemudian menghangat kembali. Sebuah
organisasi keagamaan langsung bereaksi mmenyebarkan himbauan boikot terhadap
produk Starbuck di Indonesia. Sikap prematur para pemuka agama itu kemudian
memancing reaksi lanjutan yang lebih ramai dari para pemegang saham yang sangat
khawatir keuntungannya akan berkurang.
Saya ingin membuat catatan himbauan lewat kolom ini. Pertama
himbauan kepada organisasi keagamaan, agar memeriksa terlebih dahulu setiap isu
yang muncul, bila perlu meminta pendapat terlebih dahulu kepada ahli di bidang
yang bersangkutaan. Akan lebih bijak apabila organisasi tersebut mengundang
pimpinan MAPB untuk didengar. Sebagai pemegang hak waralaba tidak dengan
sendirinya MAPB memiliki kultur korporasi yang sama dengan SBUX.
Kedua, peristiwa itu terjadi di Amerika Serikat lebih lima
tahun lalu. Isu LGBT, khususnya pernikahan sejenis di Amerika Serikat, tidak
hanya berurusan dengan “penyimpangan seksual” dan prinspi kebebasan individu
yang dijamin konstitusi, tapi juga menyangkut aspek keuangan. Pasangan yang
menikah di Amerika Serikat berhak atas berbagai tunjangan, seperti tunjangan
kesehatan, pendidikan dll. Kaum LGBT itu, yang menikah sesama jenis dan kadang
mengadopsi anak memperjuangkan pengakuan negara terhadap status pernikahan
mereka agar mereka berhak mendapatkan tunjangan dari negara.
Sangat boleh jadi dukungan terhadap perjuangan untuk
memperoleh akses finansial itulah yang mendorong banyak tokoh bisnis di sana membantu
gerakan LGBT. Saya tidak tahu apakah barisan CEO perusahaan raksasa seperti Tim
Cook (Apple), Jeff Bezos (Amazon), Steve Balmer (Microsoft), Llyod Blankfein
(Goldman Sachs) dan sederet lainnya sekedar bersimpati terhadap tuntutan
keadilan LGBT atau pelaku LGBT itu sendiri. Walahualam.
Ketiga, sebagai seorang muslim, saya faham bahwa
“penyimpangan” semacam LGBT merupakan daerah terlarang. Namun sebagai warga
negara saya harus menghormati pilihan setiap individu sepanjang tidak merugikan
orang lain, apalagi khalayak. Sebagai pendidik, saya selalu berusaha
berorientasi pada solusi dan tidak ingin terjebak pada lingkaran persoalan yang
hanya akan memperburuk keadaan.
Keempat, karena itu saya mengambil jalan tengah. Mari kita hormati
pilihan setiap individu. Kita bantu meluruskan “penyimpangan” itu dengan cara
yang baik, kalau kita mampu. Tapi kita harus membedakan dengan jelas pilihan
individu, yang merupakan domain pribadi, dan ajakan serta kampanye yang jelas
jelas menjadi ranah publik.
Karena itu kepada rekan rekan investor dan trader di BEI,
yang sangat khawatir akan kehilangan potensi keuntungan - (pada saat tulisan
ini saya ketik, Senin 03 Juli 2017 pukul 10.04, harga MAPB turun 5% lebih) –
saya menghimbau agar jangan bersikap reaktif yang memberi kesan berkampanye
mendukung gerakan LGBT. Declaration of
Independence berbeda dengan Undang Undang Dasar, kultur Amerika Serikat berbeda
dengan budaya bangsa. Mari kita hidup dengan menghargai perbedaan dan tegak di
atas kedaulatan dan kehormatan masing masing......
Hasan Zein Mahmud
Investor saham, Instruktur pada LP3M
INESTA
0 komentar:
Post a Comment
Mohon menulis komentar dengan bahasa yang baik tidak mengandung unsur sara, politik dan iklan.