Belum lama Presiden Joko Widodo menyempatkan datang ke Bursa Efek Indonesia guna memberikan dukungan untuk perkembangan Pasar Modal kita.
Berbagai upaya dilakukan baik oleh Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) maupun Bursa Efek Indoneisia (BEI) guna memberikan literisasi kepada semua pelaku Pasar Modal agar mendapatkan pemahaman yang memadai pentingnya Pasar Modal kita.
Berbagai upaya dilakukan baik oleh Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) maupun Bursa Efek Indoneisia (BEI) guna memberikan literisasi kepada semua pelaku Pasar Modal agar mendapatkan pemahaman yang memadai pentingnya Pasar Modal kita.
Selagi berbagai pihak sedang berupaya memajukan Pasar Modal kita secara tidak terduga sebelumnya hari Jum'at 14 Juli 2017 kemarin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan status tersangka tindak pidana korupsi kepada salah satu Perusahaan Publik yaitu PT. Duta Graha Indah,Tbk (yang kini berubah nama menjadi PT.Nusa Konstruksi Enjiniring, Tbk) dengan kode DGIK di BEI dalam pekerjaan proyek Rumah Sakit Pendidikan Universitas Udayana.
Banyak pelaku pasar terkejut dengan kasus ini mengingat inilah pertama kali KPK menetapkan status tersangka korupsi kepada Korporasi bukan saja kepada Direktur Utamanya yang sebelumnya lebih dulu telah menjadi tersangka.
Dasar penetapan tersebut yaitu UU Pemberantasan Korupsi Pasal 2 ayat 1 dan atau Pasal 3.
Sebagai perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia sejak Desember 2007 dimana posisi per 31 Mei 2017 Investor Publik terdaftar sebagai Pemegang Saham sebesar 36% disamping Pemegang Saham lain yaitubeberapa Perusahaan.
Tentu publik akan bertanya bagaimana nasibnya mengingat investor publik ini hanya membeli sahamnya di Bursa dan sebagai Pemegang saham pasif perusahaan yang mempercayakan pengelolaan Perusahaan kepada para Direksi dengan pengawasan para Komisaris sebagaimana lazimnya.
Semua tindakan Perusahaan tentu dilakukan oleh Direksi dan menjadi tanggung jawab Manajemen, dimana investor publik sama sekali tidak melakukan apapun dalam operasionalnya perusahaan. Investor publik yang sebelumnya membeli saham PT.Nusa Konsturksi Enjiriring,Tbk (DGIK) mempunyai harapan investasinya akan mendapatkan hasil berupa Capital Gain sejalan kinerja perusahaan.
Investor sebagai pemegang saham hanya diberi kesempatan mengikuti Rapat Umum Pemegang Saham dan itupun biasanya tidak banyak yang bisa hadir mengingat RUPS Perusahaan Publik terkesan hanya "formalitas" untuk memenuhi ketentuan yang ada. Semua keputusan Rapat sudah disiapkan oleh Pemegang Saham Pengendali atau mayoritas Pemegang Saham, dan mereka pula yang bisa memilih dan menentukan jajaran Manajemen Perusahaan.
Apabila nanti PT. Duta Graha Indah, Tbk ( saat ini PT.Nusantara Konstruksi Enjiniring,Tbk) dinyatakan terbukti bersalah di Pengadilan lantas apakah hukumannya? Kalau jajaran Manajemen mungkin mereka akan dipenjarakan, tetapi bagaimana nasib Pemegang Saham publik sebagai investor dan pihak yang justru telah menyetorkan dananya ke Perusahaan.
Kalau saja nantinya Perusahaan sebagai Korporasi harus mengganti kerugian Negara lantas diambil dari mana uangnya apakah sampai Perusahaan harus dilikuidasi? Inilah yang menjadi banyak pertanyaan terutama Investor Publik yang saat ini memiliki saham yang berkode DGIK itu.
Investor memang harus memahami bahwa investasi di Pasar Modal ini memang relatif mempunyai tingkat resiko yang tinggi disamping harapan keuntungan yang tinggi pula, sehingga memang dibutuhkan kemampuan membuat analisa untuk bisa memprediksi harga saham kedepan. Penurunan dan kenaikan harga saham di Bursa adalah sesuatu yang wajar dan itulah yang menjadi "seni" tersendiri bagi para Investor yang melakukan transaksi di Bursa.
Resiko karena penurunan harga saham yang dibeli oleh investor di Bursa tentu sudah dimengerti dan ini menjadi suatu konsekuensi atas kesalahan dalam memutuskan pilihan saham dan atau harga beli / jualnya. Banyak investor yang menanggung resiko karena harga saham yang dibeli mengalami penurunan dan mereka tidak melakukan protes.
Namun demikian bila Investor Publik sebagai bagian dari Pemegang saham DGIK nantinya harus menanggung resiko karena suatu kesalahan yang dilakukan oleh Manajemen Perusahaan yang menjadi kesalahan secara Korporasi tentu Investor akan sangat kecewa berat kalau harus menanggung kerugian.
Data Laporan Keuangan PT.Nusa Konstruksi Enjiniring, Tbk atau DGIK per Triwulan pertama th.2017 sendiri menunjukkan kondisi Laba sebesar Rp.6.6 milyar dan mengalami pertumbuhan dibandingkan periode yang sama th.2016 sebesar Rp.1,05 Milyar. Perusahaan ini bergerak disektor konstruksi dan diantaranya mengerjakan proyek pembanguan wisma atlet gedung serba guna di Provinsi Sumatera Selatan selain proyek pembangunan Rumah Sakit pendidikan Universitas Udayanan tahun anggaran 2009 - 2010 dimana kedua proyek ini bermasalah dan dilakukan pemeriksaan oleh KPK.
Kasus ini hendaknya menjadi pembelajaran bagi para Investor saham yang telah memilih Pasar Modal sebagai alternatif investasinya karena resiko itu ternyata tidak hanya dari penurunan harga saham yang secara fundamental kinerja Perusahaan mengalami penurunan, sebagaimana teori klasik bahwa funademntal Perusahaan menentukan harga sahamnya.Ternyata resiko investor bisa datang dari kasus yang menimpa Perusahaan karena kesalahan yang dilakukan manajemen Perusahaan.
Dengan demikian Investor saham tidak hanya cukup mempunyai kemampuan Analisa Fundamental dan Teknikal saja dalam melilih saham sebagai instrumen investasinya tetapi harus melihat bagaimana sepak terjang dari Manajemen Perusahaan, dan ini tentu lebih sulit karena harus mengawasi pribadi jajaran Manajemen. Ibarat naik bus lihat dulu siapa sopirnya.
Mari kita tunggu bagaimana episode kasus PT.Duta Graha Indah, Tbk yang sudah berganti nama PT.Nusa Kontruksi Enjiniring,Tbk ini, haruskah Investor menanggung resiko kerugian karena kesalahan Manajemen ?
Hari Prabowo
Ket LP3M Investa
0 komentar:
Post a Comment
Mohon menulis komentar dengan bahasa yang baik tidak mengandung unsur sara, politik dan iklan.