26 Jun 2017
19 Jun 2017
- 06:04
- Unknown
- Ulasan Harian
- No comments
Para anggota grup Investa, para nasabah BNI Securities Semarang dan para pembaca yang budiman,
Pekan ini merupakan pekan terakhir sebelum liburan panjang Hari Raya IDUL FITRI 1438 H, dan hanya ada 4 hari perdagangan Bursa yaitu 19 sd 22 Juni 2017. Bagimana Prediksi Market? Inilah perkiraan saya:
2. Psikologi pelaku pasar di Bursa menjelang libur panjang menunjukkan ritmen keinginan trading berkurang dan lebih konsentrasi untuk liburan.
4. Para investor juga menghindari ketidak pastian selama libur panjang dari sudut resiko politik dan keamanan.
6. Sehingga penurunan ini sifatnya hanya sementara, untuk itu buat trader yang tidak menggunakan margin silahkan mulai masuk kepasar nanti sore hari atau besuk pagi karena ini sebagai peluang mencari saham dengan harga discount.
8. Biasanya setelah libur panjang IHSG dan harga saham akan cenderung naik kembali karena adanya semangat baru masuk ke pasar.
Demikian kira2 prediksi market menjelang libur panjang, sederhana tapi didasrakan pengalaman saya selama lebih 25 tahun melihat bursa.
Notes: buat investor yang ingin bergabung di grup Komunitas Investa bisa daftar ke no WA 087700085334. dengan menyebutkan nama, umur dan kotanya.
Kami telah menyiapkan Grup WA baru dengan nama KOMUNITAS INVESTA III bagi anggota baru.
Salam,
18 Jun 2017
Alhamdulliah terlah berhasil dilaksanakan kuliah via WA tentang dasar dasar teknikal analisis dengan materi Candlestick, dengan peserta sebagai berikut :
PESERTA kuliah WA basic Technical Analisis - CANDLESTICK
1. Eko Yb, Smg
2. Adi Tarwoco, Smg
3. Linda , Bdg
4. Handi, Medan5. Ike, Smg
6. I Gustu Putu Wati, Smg
7. Doni permana, kepri
8. Lilis Jakarta.
9. Muslik jkt
10. Hildasari (Palembang
11. Ratna Dewi - bdg
12. Wuri Puji Handayani, Pati
13. Kian Oen, Jkt
14. Ferdinand, Tng
15. Lilly, Bandung
PESERTA kuliah WA basic Technical Analisis - CANDLESTICK
1. Eko Yb, Smg
2. Adi Tarwoco, Smg
3. Linda , Bdg
4. Handi, Medan5. Ike, Smg
6. I Gustu Putu Wati, Smg
7. Doni permana, kepri
8. Lilis Jakarta.
9. Muslik jkt
10. Hildasari (Palembang
11. Ratna Dewi - bdg
12. Wuri Puji Handayani, Pati
13. Kian Oen, Jkt
14. Ferdinand, Tng
15. Lilly, Bandung
12 Jun 2017
1. Puri, Jakarta
2. Henri T Jakarta3. Vivi Jakarta
4. Agus Hermanto, Smg
5. Alimi
6. Tan Stephen, sby
7. Dona, jkt
8. Sofyan , Smg
9. Hendra - JKT
10.ReZa, jkt
11.Purtanto, TGL
12. Elsa, jkt ,
13. Andrian, jkt
14.iin banda aceh
15. Johanes, Tangerang
16. Lanni, Sbybu
17.lina sby
18.lusy sby
19. Manalu, Jkt
20. Syahirul,smg
21. Wison, Smg
22. Edhi, Surabaya
23. Agnes bdg
24. Togar, jkt
25. Sinta, Aust
26. Hardy, Tmg
27. Bu Maria, Mglng
28. Calvin, Jkt
29. Bu Silvie, smg
30. Fadli, smg
- 06:08
- Unknown
- Ulasan Harian
- No comments
Para anggota grup Investa, para nasabah BNI Securities Semarang dan para pembaca yang budiman,
Kali ini saya ingin mencoba menganalisa saham MCOR sebagai bank hasil Merger Bank Windu dan Bank Antar Daerah dengan kapitalisasi sekitar Rp.4.4 Trilyun, total asset Rp.13,12 Trilyun dan equity Rp.2,43 Trilyun sedangkan jumlah jumlah sahamnya 16,4 milyar lembar.
Pada kuartal pertama th.2017 ini EPS nya Rp.4,- Operating Profit Rp.35 milyar dan Net Profit Rp.25,4 milyar. PER 45 x PBVR 1,8 x ROE 4,19% dan ROE 0,77%.
Untuk mendukung operasionalnya MCOR juga gencar membuka kantor2 cabang di daerah serta kantor Pusat BCC juga siap menucurkan penambahan modal jika diperlukan selain dengan skema Right Issue.
Harga saham ini terakhir 9 Juni 2017 di Rp.270,- per saham dimana dalam tahu ini secara YTD sejak awal tahun telah tumbuh 82% sedangkan setahun terakhir tumbuh 63%. Harga terendah tahun ini Rp.145,- dan tertinggi Rp.356,-.
Buat yang merencanakan investasi jangka panjang silahkan MCOR menjadi salah satu saham yang bisa dipertimbangkan. Dan buat yang senang trading pendek harga Rp.270 saat ini bisa dibuat target beli dan jual Rp.286.
Notes: buat investor yang ingin bergabung di grup Komunitas Investa bisa daftar ke no WA 087700085334. dengan menyebutkan nama, umur dan kotanya.
Kami telah menyiapkan Grup WA baru dengan nama KOMUNITAS INVESTA III bagi anggota baru.
Kami telah menyiapkan Grup WA baru dengan nama KOMUNITAS INVESTA III bagi anggota baru.
Salam,
6 Jun 2017
- 10:56
- Unknown
- Ulasan Harian
- No comments
Setelah senyap selama lima tahun,
kini wacana redenominasi rupiah kembali menghangat. Bank Indonesia ternyata
masih menyimpan gagasan yang hampir sewindu itu di dalam freezer, dan kini
memanggangnya kembali dalam oven untuk sekali lagi dihidangkan menjadi menu publik.
Beberapa saat lalu Gubernur Bank Indonesia menyatakan bahwa kini saat yang
tepat untuk merealisasikan gagasan redenominasi, mengingat kondisi makro yang
bagus, pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan inflasi yang rendah.
Beliau
mengatakan bahwa sudah
ada rancangan undang-undang redenominasi mata uang ke dalam Prolegnas 2017. Motif
yang mengemuka di balik dikeluarkannya kembali gagasan itu dari laci, karena konon
redenominasi akan mengangkat citra Rupiah dan dengan demikian “gengsi” negara.
Benarkah demikian? Is it all worth it?
Saya berada di barisan yang
hingga saat ini meyakini bahwa redenominasi adalah perbuatan sia sia. Pertama
mudharatnya jauh lebih banyak ketimbang manfaatnya. Kedua, redenominasi tidak
lebih dari polesan yang akan segera luntur bila tidak didukung oleh perbaikan
ekonomi fundamental. Lalu kalau betul fundemental ekonomi Indonesia baik dan
kuat, pelan dan pasti rupiah akan menguat. Kenapa kita menghabiskan energi
untuk hal yang sia sia?
Lima tahun lalu, ketika wacana
redenominasi berhembus kencang, saya menulis sebuah artikel di Kolom ini, dan
merancang seminar nasional di Kampus Kwik Kian Gie School of Business. Sejak
itu, wacana itu melemah dan hilang. Dengan menghangatnya kembali wacana
redenominasi, saat ini, saya juga ingin
menghangatkan kembali beberapa argumen yang dulu pernah saya kemukakan.
Sekedar ilustrasi awal, saya ingin mengingatkan
tentang dua kasus redenominasi yang banyak ditulis sebagai paling sukses. Pada
Januari 2005 Turki menggantikan Lira lama dengan Lira baru dengan menghapus
enam angka nol, artinya satu juta Lira lama menjadi satu Lira baru. Pada Juli,
tahun yang sama, Rumania menghapus empat angka nol dalam mata uangnya. Hasil
konkrit? Pakar sepakat bahwa Redenominasi mengandung pengakuan bahwa ada
kebijakan ekonomi yang salah di masa lalu, (yang diharapkan bisa berlalu)“....redenomination would send a signal to
citizens, as well as to the international community, that economic policymistakes were in the past” (Layna Mosley, 2005)
Zimbabwe, yang pernah menerbitkan uang kertas
dengan denominasi satu miliar, berusaha keras untuk mengembalikan citranya
melalui redenominasi yang dilakukan berulang ulang. Dan gagal seperti dongeng
Sysphus. Cohen (2004) menggambarkannya
dengan dramatis: “Currency redenomination
also can be a means by which governments attempt to reassert monetary
sovereignty. If citizens lose confidencein the national currency, they may
begin to use foreign currencies, particularly those with greater prestige. This
may be both a psychological and an economic blow to the government: with widespread
foreign currency substitution (or, more extremely, full dollarization), the
central bank no longer controlsthe money supply, rendering itunable to provide
lender of lastresort functions”
Dalam benak saya, manfaat yang akan diperoleh dari redenominasi tidak lebih dari manfaat
administratif
yang sangat minor dan trivial,
seperti: dompet orang Indonesia akan lebih tipis, (joke: para
koruptor tak perlu repot menggunakan uang dolar dalam tas sogokan), kalkulasi transaksi dalam rupiah akan
lebih sederhana, daftar tarif di tempat tempat belanja seperti mal, restoran
dan hotel menjadi lebih pendek dan penyajian laporan keuangan menghemat spasi sekian digit. Daftar manfaat semacam itu
nilainya jauh lebih kecil ketimbang biaya pencetakan uang baru, biaya sosialisasi dan
biaya legislasi. Manfaat minor itupun hanya akan bersifat sementara, karena
rupiah, seperti takdir yang ditunjukkannya sepanjang sejarah, akan kembali layu
pada periode berikutnya.
Misalkan redenominasi dilakukan
dengan menghapus 3 nol di lembaran Rupiah. Artinya Rp 1.000 Rupiah lama akan
ditukar dengan Rp 1 rupiah baru. Untuk melukiskan persoalan, yang akan timbul,
saya ingin mengambil beberapa contoh imajiner, di sektor keuangan, yang pasti
akan terjadi ketika redenominasi itu
dilaksanakan:
1. Saham saham dengan harga Rp 50 di BEI
kini harus ditulis dengan Rp 0,05. Lebih mudah? Belum lagi fraksi harga Rp 1
harus ditulis dengan Rp 0,001
2.
Semua Anggaran Dasar Perusahaan Tbk
harus diubah.
3.
Kompatabilitas
laporan laporan yang menyangkut nilai rupiah dengan laporan periode sebelumnya
menjadi rumit. Ini baru menyangkut penyajian, analisis tentu akan
lebih rumit.
4.
Kontrak
kontrak bisnis yang masih berjalan yang dinyatakan dalam nilai rupiah harus
direview ulang
5.
Penyesuaian
dalam transaksi on line perbankan akan menyulitkan dan perbaikannya membutuhkan
waktu cukup lama dan mahal.
6.
Pergantian
uang kertas dan koin lama dengan uang kertas dan koin baru akan berjalan
bertahun tahun karena pengeluaran uang baru harus diikuti dengan penarikan uang
lama agar tidak terjadi inflasi. Selama periode itu, transaksi akan menggunakan
dua satuan mata uang, dan tiap orang, boleh jadi, harus memiliki
dua dompet.
7.
Para pedagang selama masa transisi harus
memasang double price tags. Di Pasar modern mungkin bisa dilakukan. Di pasar
becek?
8.
Sosialisasi
juga harus intens kepada rekanan bisnis di luar negeri agar transaksi lintas
Negara tidak terhambat.
Apa yang sebenarnya ingin kita capai? Agar rupiah terlihat gagah dan
merasa setara dengan ekonomi regional yang lebih maju? Bagi saya, ini argument
yang implausible. Di luar tujuan
penyatuan mata uang dalam kasus zona Euro, redenominasi dilakukan dengan hanya
satu alasan: inflasi atau hiperinflasi, seperti yang dilakukan Indonesia pada
tahun 1965, Peru tahun 1994, Turki tahun 2005 dan Zimbabwe beberapa kali
terakhir tahun 2009.Empiris membuktikan bahwa banyak tindakan redenominasi, kemudian
diikuiti oleh inflasi yang tinggi lagi. Kita tentu masih bisa melihat
kilas balik betapa tingginya inflasi Indonesia di tahun 1965 dan 1966.
Jelas redenominasi tidak indentik
dengan penguatan Rupiah. Dalam benak saya kunci penguatan Rupiah nya hanya
satu: Perbaikan fundamental ekonomi. Perbaikan infrastruktur, peningkatan
penguasaan teknologi, Perbaikan kualitas sumber daya manusia dan bersihkan
ekonomi dari kebocoran dan inefisiensi. Daya saing pasti meningkat!. Peningkatan
daya saing akan meningkatkan pangsa pasar kita dalam transaksi internasional.
Cadangan devisa akan naik dan rupiah tentu menguat, walau tentu tidak terjadi
hanya dalam satu malam.....
(Telah diterbitkan di Kolom INVESTOR DAILY senin, 5 Juni 2017)
Hasan Zein Mahmud
Investor saham,
Instruktur pada LP3M INVESTA
- 06:36
- Unknown
- Ulasan Harian
- No comments
Para anggota grup Investa, para nasabah BNI Securities Semarang dan para pembaca yang budiman,
Sebagaimana kita ketahui bahwa pergerakkan harga saham ini dipengaruhi beberapa faktor seperti misalnya pengaruh Teknikal, Fundamental, Aksi Korporasi, Bandarmologi dan adanya informasi terbaru yang berkaitan dengan emitennya. Namun ada pengaruh lain yang tidak kalah pentingnya yaitu Pengaruh Transaksi MARGIN dan SHORT SELLING.
Margin adalah suatu pembiayaan pembelian efek yang dibeayai oleh Perusahaan Sekuritas sedangkan Short Selling adalah penjualan efek yang pada saat terjadinya penjualan si penjual sebetulnya "belum" mempunyai efek tersebut.
Sementara ini nampaknya investor perorangan lebih memahami skema transaksi Margin yang lebih simple dan sering dipakai oleh Perusahaan Sekuritas sebagai "Fasilitas" untuk pemanis nasabahnya. Walaupun hal ini juga sering jadi masalah timbulnya resiko yang lebih besar terutama kalau harga saham sedang mengalami penurunan tajam.
Investor yang menggunakan fasilitras Margin berarti punya modal transaksi paling tidak 2 atau 3 kali modal sendiri, dengan demikian investor akan berharap saham yang DIBELI akan NAIK sehingga akan menghasilkan Gain yang 2 atau 3 kali lipat bila dibandingkan jika investor tersebut hanya menggunakan modal senndiri.
Sebaliknya Investor yang melakukan SHORT SELLING akan melakukan PENJUALAN dulu dengan cara "meminjam" saham dari KPEI. Investor ini akan berharap kedepan saham yang telah dijual tersebut harganya akan TURUN dibandingkan saat investor ybs menjualnya. Dengan demikian investor akan mendapatkan MEMBELI di harga yang lebih murah dan ujungnya akan mendapatkan Gain juga dari selisih jual dan belinya juga.
Sehingga prinsipnya investor margin akan berharap harga saham akan NAIK sedangkan investor shor selling berharap hargsa saham akan TURUN.
Bagaimana hal tersebut bisa menggerakkan harga saham di pasar?? Mungkin bisa saya kasih gambarkan misalnya seorang investor melakukan SHORT SELLING maka dia akan terikat jangka waktu harus MENGEMBALIKAN saham yang semula "dipinjam", Maka ketika jangka waktu tersebut sudah jatuh tempo dia akan MEMBELI saham dipasar BERAPAPUN harganya. Demikian pula pengguna MARGIN akan menjual sahamnya ketika jatuh tempo atau bahkan ketika jaminan sahamnya mengalami penurunan harga.
Sehingga prinsipnya kedua "fasilitas" Margin dan Short Selling bisa mempengaruhi harga saham yang ada di pasar. Maka sebagai investor kita juga wajib memahami hal ini bahwa harga saham memang banyak faktor2 yang mempengaruhi tidak sekedar Fundamental atau Teknikal saja sebagai bahan kajian analisa.
Perlu diketahui bahwa saat ini Peraturan tentang MARGIN dan SHORT SELLING dengan cara MEMINJAM EFEK itu sudah aturannya, hanya saja sayang sekali Perusahaan sekuritas belum banyak melakukan sosialisasi hal ini kepada nasabahnya sehingga belum yang belum paham teknis dan prosedurnya.
Moga2 ada saatnya Investa untuk mengenalkan hal tersebut dalam kesempatan pelatihan yang akan datang.
Notes: buat investor yang ingin bergabung di grup Komunitas Investa bisa daftar ke no WA 087700085334. dengan menyebutkan nama, umur dan kotanya.
Kami telah menyiapkan Grup WA baru dengan nama KOMUNITAS INVESTA III bagi anggota baru.
Salam,
Subscribe to:
Posts (Atom)