9 Oct 2013

Dear Clients,
Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 8 Oktober 2013 memutuskan untuk mempertahan BI Rate di level 7,25%, dengan suku bunga Lending Facility dan suku bunga Deposit Facility tetap pada level 7,25% dan 5,50%.
Berikut ringkasan perkembangan situasi ekonomi menurut BI:
Bank Indonesia mencermati perekonomian global cenderung melambat dan diliputi oleh ketidakpastian yang tinggi. Kinerja perekonomian di negara-negara maju seperti Amerika Serikat (AS), Eropa dan Jepang belum kuat meski mulai menunjukkan perbaikan. Sementara itu, perekonomian negara berkembang dibayangi risiko penurunan pertumbuhan ekonomi serta menurunnya kinerja transaksi berjalan dan pelemahan nilai tukar. Di pasar keuangan, sejumlah risiko terkait dengan penundaan kebijakan pengurangan stimulus The Fed (tapering), perdebatan debt ceiling dan penghentian sementara layanan pemerintah AS (government shutdown).
Sejalan dengan pelemahan ekonomi global yang masih berlanjut, kinerja perekonomian domestik menunjukkan kecenderungan yang melambat. Perekonomian domestik diprakirakan tumbuh 5,6% di Triwulan III-2013 dan untuk 2013 masih berada pada kisaran 5,5%-5,9%. Konsumsi rumah tangga dan investasi diprakirakan masih tertekan sebagai dampak dari menurunnya daya beli akibat tingginya tekanan harga pasca kenaikan harga BBM bersubsidi. Kinerja perekonomian nasional diprakirakan akan membaik pada tahun 2014. Secara keseluruhan, perekonomian Indonesia diprakirakan tumbuh lebih tinggi mencapai 5,8% - 6,2%.
Dari sisi eksternal, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia pada triwulan III-2013 diprakirakan akan membaik. Defisit transaksi berjalan akan menyempit terutama dengan menurunnya impor seiring dengan melemahnya permintaan domestik dan dampak pelemahan nilai tukar Rupiah. Di sisi lain, surplus Transaksi Modal dan Finansial (TMF) akan lebih besar, seiring kembali masuknya investor asing pada SBI dan SUN serta berkurangnya net jual asing atas saham domestik sebagai respon kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah serta penundaan tapering off di AS. Dengan perkembangan tersebut, cadangan devisa pada akhir September 2013 diprakirakan menjadi 95,7 miliar dolar AS, meningkat dari posisi akhir Agustus 2013 sebesar 93,0 miliar dolar AS. Cadangan devisa pada akhir September tersebut setara dengan 5,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah.
Nilai tukar rupiah pada triwulan III-2013 mengalami depresiasi sejalan dengan nilai fundamentalnya. Secara rata-rata, rupiah melemah 8,18% (qtq) ke level Rp 10.652 per dolar AS atau secara point to point Rupiah terdepresiasi 14,29% (qtq) ke level Rp 11.580 per dolar AS. Depresiasi nilai tukar Rupiah terutama dipengaruhi penyesuaian kepemilikan nonresiden di aset keuangan domestik dipicu sentimen terkait pengurangan (tapering off) stimulus moneter oleh the Fed. Dari sisi fundamental, tekanan depresiasi Rupiah lebih besar dengan relatif tingginya defisit transaksi berjalan di Indonesia.
Tekanan inflasi mereda dan mencatat deflasi 0,35% (mtm) atau 8,40% (yoy) pada September 2013. Meredanya tekanan inflasi bulanan juga terjadi pada kelompok inti dan administered prices, masing-masing mencapai 0,57% (mtm) atau 4,72% (yoy) dan 0,34% (mtm) atau 15,47% (yoy), seiring meredanya dampak kenaikan harga BBM dan koreksi harga paska Lebaran. Terkendalinya harga-harga tersebut sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia bahwa inflasi akan sangat rendah dan kembali ke pola normal mulai September dan bulan-bulan ke depan. Inflasi 2013 diprakirakan berada pada kisaran 9,0% - 9,8%, dan kemudian menurun pada kisaran sasaran 4,5±1% pada tahun 2014. 
Stabilitas sistem keuangan tetap terjaga dengan dukungan ketahanan industri perbankan yang tetap solid di tengah berbagai tekanan. Rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) tetap tinggi mencapai 17,89%, jauh di atas ketentuan minimum 8%, sedangkan rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) tetap terjaga rendah sebesar 1,99% pada bulan Agustus 2013. Sementara itu, pertumbuhan kredit mulai menunjukkan perlambatan, meski pada Agustus 2013 masih cukup tinggi sebesar 22,2% (yoy). Pertumbuhan kredit terutama karena penarikan kredit dari komitmen sebelumnya, disamping pengaruh perhitungan nilai tukar, sementara komitmen kredit baru terus menurun. Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit akan melambat seiring dengan kenaikan suku bunga, perlambatan permintaan domestik dan kebijakan makroprudensial yang ditempuh oleh Bank Indonesia.


Regards,

HP Analytics

Related Posts:

  • IHSG NEMBUS RECORD ??Kalau kemarin sempat srutup Teh Pagi yang saya sajikan, maka kebetulan saham2 yang saya sajikan tersebut mengalami kenaikan (ADRO, GJTL, ANTM, SMGR, MLPL, BISI, CPRO dan KIJA) demikian pula sektor semen yang menurut pendap… Read More
  • EFEK SAMPING BBMIHSG terdorong naik 0,95% (5215) sekaligus menembus index psikologis 5200 didukung saham2 BC ASII, UNVR, BMRI,  PTBA dan TLKM. Asing juga net but Rp.73 M setelah beberapa hari terakhir lebih sering Net Sell, Kurs Rup… Read More
  • IHSG KOREKSI, APA YANG HARUS DILAKUKAN?IHSG koreksi cukup tajam Senin kemarin, minus 1,2% (5260), menurut saya ini sesuatu koreksi yang wajar. Beberapa hari terakhir IHSG sudah beruntun naik sampai pecah rekor tertingginya, kondisi ini tentu membuat sebagian in… Read More
  • NASIB SAHAM SEMENIHSG cuma naik 0,07% (5152) nyaris tidak mengalami perubahan dengan hari sebelumnya meski Dow Jum'at naik 1,1%. Saham-saham semen (SMGR, SMCB, INTP, SMBR) masih tertekan berat, demikian pula saham PGAS.Penurunan harga Seme… Read More
  • IHSG MASUK LEVEL 5300IHSG pecah rekor tertingginya posisi di 5323 Jum'at kemarin, asing juga net buy 1,7 trilyun. Sebelumnya sudah saya sampaikan bahwa saat ini data dan berita banyak positifnya sehingga nyaman untuk trading. Pemecahan Rekor I… Read More

0 komentar:

Post a Comment

Mohon menulis komentar dengan bahasa yang baik tidak mengandung unsur sara, politik dan iklan.

Anda paling tertarik pada artikel apa ?

Flag Counter
Powered by Blogger.

.

.

.