OD 185
Nikel
Hasan Zein Mahmud
Investor saham, Instruktur pada LP3M INVESTA
Konon bursa saham menyediakan mekanisme yang memfasilitasi transfer kakayaan dari orang yang tidak sabar kepada orang yang sabar. Dan sabar, meminjam A.A. Milne, adalah arus tenang di sungai yang dalam. Tak pernah tergesa. Yakin akan sampai ke muara, apapun rintangannya.
Kini para pemegang saham perusahaan yang menambang nikel, di BEI dan di dunia, ditantang untuk membuktikan kebenaran frasa di atas. Menyimak laporan tahunan PT. Vale Indonesia Tbk (INCO) tahun buku 2016, harga nikel menyentuh titik terrendahnya bulan Februari 2016 pada USD 7.700 per ton, hampir seperempat harga tertingginya di tahun 2011, USD 29.300. Tertolong oleh larangan ekspor bijih nikel oleh pemerintah Indonesia dan penutupan sebagian tambang nikel di Filipina, - karena isu lingkungan, yang mengakibatkan turunnya pasokan negara itu hingga 50%, - telah mengangkat kembali harga nikel, pada pertengahan ke dua 2016. Selama paruh ke dua 2016 harga rata rata bijih nikel berada di atas $ 9.000 per ton.
Akibat penurunan itu, kinerja keuangan NICO menurun tajam. Laba bersih 2016 sebesar US$ 1,9 juta hanya sekitar 4% dari laba bersih 2015, US$ 50,5 juta. PT. Aneka Tambanga (Persero) Tbk (ANTM) yang mengandalkan 26% pendapatannya dari nikel dan feronikel bahkan mengalami kinerja yang lebih buruk. Menderita rugi bersih dua tahun berturut turut 2014 dan 2015, dengan kumulatif rugi Rp 2 triliun. Namun sejak 2H16 juga mulai menjukkkan kinerja positif. Perlu dicatat bahwa terbebasnya bottom line keuangan ANTM 2016 sebagian tertolong oleh surplus revaluasi aktiva tetap.
Sektor pertambangan umumnya berhadapan dengan kendala eksternal yang sering kaliberada di luar kendali manajemen, seperti kondisi pasar, perubahan peraturan perundangan dan kebijakan pemerintah, bahkan terkadang di luar kendali manusia seperti keadaan alam yang tidak menguntungkan.
Sejatinya penurunan harga nikel membawa blessing in disguise bagai INCO dan ANTM. INCO berusaha keras melakukan penghematan agar bottom line perusahaan tetap postif. Komitmen perusahaan ini terhadap keberlangsungan usaha dan penciptaan nilai bagi para pemegang saham, layak mendapat apresiasi. Untuk menekan biaya, INCO memacu produksi mencapai puncak, mengupayakan penurunan biaya dari skala ekonomis produksi, konversi bahan bakar HFSO ke batu bara, optimalisasi belanja modal, melakukan efisiensi dengan inovasi dan keterlibatan, memperbaiki proses produksi, meningkatkan komitmen dan produkstivitas sumber daya manusia. Hasilnya luar biasa! INCO di tahun buku 2016 mampu menurunkan Biaya Pokok Penjualan sebesar 14% dan mampu mempertahankan labanya tetap positif, walau tipis.
Di divisi nikel, ANTM melakukan upaya yang sama. Meningkatkan skala ekonomis, mengubah bahan bakar PLTD dari BBM ke gas sehingga mampu menjadi salah satu produsen feronikel dengan komposisi biaya terendah di dunia. Cash cost untuk periode tahun 2015 sebesar US$4,29 per pon.
Kenaikan harga nikel di ujung tahun 2016 merupakan berkah. Kalau dengan harga pasar yang tertekan saja kedua perusahaan itu mampu bertahan, maka kenaikan harga akan lebih memastikan keuntungan perusahaan di tahun 2017 ini. Melirik laporan keuangan INCO 1Q17, kita masih menamukan rugi bersih. Namun rugi bersih itu jauh lebih kecil dibandingkan hasil periode 1Q16. Selama kuartal pertama tahun ini INCO mengalami kenaikan pendapatan cukup tajam dari $ 109 juta kwartal 1 tahun lalu menjadi $144 juta. Sehingga rugi kotor menurun dari $14,2 juta pada 1Q16 menjadi tinggal $2,5 periode 1Q17.
Pada periode yang sama ANTM mengalami penurunan penjualan dari Rp 1,982 triliun ke Rp 1,651 triliun, Laba kotor turun dari Rp 108,8 miliar menjadi Rp 82,5 miliar. Rugi usaha meningkat dari Rp 50,5 miliar menjadi Rp 84,5 miliar. Tertolong oleh pos pendapatan lain lain ANTM memperoleh laba sebesar Rp 6,6 miliar, leebih tinggi dari laba 1Q16 Rp 5,3 miliar. Saya menyimpan pertanyaan tentang kenapa ANTM tidak memperoleh manfaat dari kenaikan emas, beberapa hari, bulan April lalu, ketika geopolitik Suriah dan semenanjung Korea memanas. Sebagai satu satunya unit usaha yang berakreditasi LBMA di Indonesia, ANTM memiliki posisi unggul untuk memanfaatkan gejolak harga emas dunia.
Dibukanya kembali tambang tambang di Filipina, dan dibukanya kran ekspor bijih nikle dari Indonesia membuat pasar nikel mengalami kelebihan pasok. Persediaan logam di LME meningkat sampai 100.000 ton. N News Now tanggal 5 Mei melaporkan: “The dismissal of Regina Lopez from her role as chief of the Philippines’ Department of Environment and Natural Resources (DENR) on Wednesday May 3 removed an uncertainty but also a prop for nickel prices”. Akibatnya: “Nickel is at its lowest since June 2016, having declined over $500 per tonne over the last three days”
Situasi itu memperburuk ramalan bank Dunia yang dipublikasikan April lalu. “New World Bank outlook for commodities predict 32% price jump for zinc and 18% for copper and lead, but outlook for nickel price in 2017 is murky”. (Mining .com 26 April 2017).
Nikel memang tersedia melimpah sekali di bumi, terutama di dalam perut bumi. Pada tahun 2012, setidaknya ada lima negara yang produksi nikel tahunannya melebihi 200.000 ton. Negara negara itu adalah Indonesia, Filipina, Rusia, Kanada dan Australia. Belum lagi memperhitungkan negara negara yang memiliki deposit sedemikian besar, walaupun produksinya belum optimal, seperti Kaledonia Baru.
Untungnya, nikel digunakan di banyak sekali bidang kegiatan. Because nickel increases an alloy's resistance to corrosion and its ability to withstand extreme temperatures, equipment and parts made of nickel-bearing alloys are often used in harsh environments, such as those in chemical plants, petroleum refineries, jet engines, power generation facilities, and offshore installations. Medical equipment, cookware, and cutlery” (Nickel Institute).
Sekitar 65% nikel diproses menjadi stainless steel, dan stainless steel digunakan di berbagai industri dan rumah tangga, seperti arsitektur dan konstruksi, otomotoif dan alat transportasi, medis, industri alat berat, kimia dan energi, sampai peralatan rumah tangga.
Nampaknya, para pemegang saham INCO, dan, dalam batas tertentu, juga ANTM harus mempertebal kesabarannya, kalau ingin mempertebal pundi dalam jangka panjang. Harga saham INCO telah turun dari harga tertingginya minggu lalu Rp 2.300 ke Rp 1.980 pada penutupan perdagangan Jum’at 5 Mei. Pada saat bersamaan, saham ANTM tergerus dari Rp 715 menjadi Rp 630. Mudah mudahan Moliere benar, bahwa pohon yang tumbuh lambat sering juga menghasilkan buah yang terbaik.
0 komentar:
Post a Comment
Mohon menulis komentar dengan bahasa yang baik tidak mengandung unsur sara, politik dan iklan.