11 Nov 2014

Akankah Jokowi menelan ludahnya sendiri?  membatalkan kenaikkan BBM bersubsidi ?

Jokowi tercatat pernah memaksa presiden terdahulunya SBY  di Hotel Laguna, Nusa Dua, Bali, agar SBY menaikkan harga BBM, tetapi SBY dengan tegas menolaknya dengan alasan masa pemerintahannya akan segera berakhir, tidak cukup waktu untuk mempersiapkan Bantuan Langsung Tunai atau apapun namanya kompensasi sebagai akibat dari kenaikkan BBM bersubsidi, (SBY tampaknya tidak ingin menambah pencitraan buruk terhadap dirinya di tengah mulai tidak populisnya partai demokrat),  ketika itu rupiah bergerak liar di atas Rp.12.000,00 per Dollar AS, dan harga minyak berada di kisaran cukup tinggi sekitar 92-95 USD/barrel, mungkin kala itu Jokowi berfikir jika ia jadi presiden nanti ia tidak perlu lagi menaikkan BBM, menghindari kebijakan yang sangat luar biasa tidak populer di mata rakyat " menaikkan harga BBM", agar pencitraannya tak luntur.


Hari Ini ketika Jokowi plesir ke luar negeri bertemu dengan presiden  Obama, kongkow-kongkow, sekaligus memperkenalkan dirinya di mata luar negeri, melupakan sejenak polemik "panas" rencana kenaikkan BBM bersubsidi, yang telah dibangunnya sendiri,  kondisi perekonomian di dalam negeri sangat "galau", harga-harga di pasar tradisional, seperti beras dan sayur-sayuran sudah merangkak naik, sebelum palu pengumuman harga BBM diketuk, spekulan2 sembako sudah mulai memenuhi gudang mereka menahan penjualan, sehingga barang kering di pasar,  perekonomian stagnan tak bergerak menunggu kebijakan yang sangat menentukan urat nadi perekonomian Indonesia ini, IHSG sebagai parameter kondisi perekonomian di dalam negri sempat jatuh di bawah level 5000, dan yang lebih parah USD mulai beringas naik ke level R0.12.200,00 per dollar ASnya, hari ini.


Tekanan politik di dalam negeri agar BBM tidak jadi naik tidak kalah seru, mantan karib terdekatnya yang sekaligus bekas tangan kanannya sebagai mantan wakil walikota solo terdahulu,  FX Hadi Rudyatmo, dengan tegas menentang kebijakkannya, FX Hadi juga dikenal sebagai suksesor pencoblosan pemenangan Pemilu Presiden Jokowi di kota Solo, FX Hadi juga satu almamater dengan Jokowi PDI perjuangan, FX Hadi berpendapat Jokowi hanya ingin mengambil jalan pintas menaikkan BBM, untuk memperolah dana membangun infrastruktur, tidak serius  melakukan efisensi PERTAMINA, yang lebih penting  membasmi mafia migas yg penah didengung dengungkan JK, belum lagi demo-demo mahasiswa yang anarkis di kampung halaman JK di Makasar, serta penolakan organda terhadap rencana kenaikkan BBM bersubsidi ini.


Kebijakan Jokowi memang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang ini, harga minyak di tangan spekulan memang dengan mudah diputarbalikkan, harga minyak sekarang jatuh ke titik terendahnya di level 77 USD/barrel, di tengah melimpahnya suplai cadangan minyak AS,  sedangkan ketentuan yang dibuat dalam anggaran dasar APBN pemerintah adalah 105 USD/barrel, sangat jauh dari nilai riil saat ini, walaupun sekarang direcoki oleh terpuruknya nilai tukar rupiah, yang kalau dikaji lebih jauh juga kesalahan dari kurang tegasnya sikap Jokowi dalam menentukan kapan BBM bersubsidi akan dinaikkan.


Kegalauan pasar dapat terbaca dari tekanan saham AKRA yang  tertekan karena ketidak pastian ini, sebelumnya saham AKRA sempat naik kelevel Rp.5.800,00, sekarang tertekan ke level terendahnya di level Rp.4.565,00 saham ini selalu menjadi indikator kenaikkan BBM, karena mungkin hanya ini satu satunya saham  yang diuntungkan karena kenaikkan BBM bersubsidi.


Sebagai perbandingan harga BBM di tanah air memang paling murah, di banding negara-negara tetangga, Malaysia Rp.8500 per liter, sedangkan yang tertinggi di negara kawasan adalah di Thailand diatas  Rp.14.000,00 per liter, Laos, Kamboja, Philipina antara Rp.12.000,00-13.000,00 per liter. Yang  jadi pertanyaan sekarang, akankah harga BBM tetap naik Rp.3000,00 perliter, seperti yang telah digembar gemborkan JK, ataukah kenaikkan hanya Rp.500,00- Rp.1000,00 saja perliternya, kenaikkan bertahap Rp.500,00 atau Rp.1000,00 berkali-kali, akan mengakibatkan efek domino yang lebih besar dibandingkan kenaikkan sekaligus, ataukah batal sama sekali?, keputusan yang sulit ini berada di tangan Jokowi, semakin lama keputusan dibuat, jadi atau tidak dan berapa ketentuan besarannya,   perekonomian dalam negri akan semakin terpuruk atau kalau tidak bisa dikatakan jalan ditempat.

0 komentar:

Post a Comment

Mohon menulis komentar dengan bahasa yang baik tidak mengandung unsur sara, politik dan iklan.

Anda paling tertarik pada artikel apa ?

Flag Counter
Powered by Blogger.

.

.

.